Webinar Nasional Fakultas Hukum
“Peran Pemuda Dalam Narasi Menangkal Terorisme”
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum pada Kamis (15/4/2021), mulai pukul 13.00 WIB kembali menggelar Webinar Nasional yang pada kali ini mengusung tema “Peran Pemuda Dalam Narasi Menangkal Terorisme” melalui apikasi ZOOM. Acara diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan aktifis generasi muda dari daerah diluar Jabodetabek, mahasiswa S-1 dan Magiister Hukum UBK. webinar kali ini menghadirkan narasumber dari Kementrian Agama, Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Intelijen Negara.
Dalam sambutannya Wakil Rektor III UBK, Rinaldi Agusta Fahlevi, S.H., M.H., CLA., menyampaikan: ”Banyaknya generasi milenial yang mulai terpapar gerakan-gerakan terorisme ini menjadi fenomena yang menarik untuk kita bahas dan diskusikan, apa, bagaimana dan mengapa fenomena ini bisa terjadi”. Pada sesi sambutan dan pengantar dari Keynote Speaker, Rektor UBK, Dr. Didik Suhariyanto, S.H., M.H., yang menyampaikan: “Peran pemuda punya potensi untuk memberantas masalah-masalah terorisme di Indonesia. Pemuda juga rawan, karena selalu menjadi target utama yang gampang dihasut dalam kelompok-kelompok teroris dan tidak terlepas dari lunturnya hingga kini semangat nasionalisme, cinta tanah air yang dapat mengncam kebersatuan dan disintegrasi bangsa, dan semakin terjadi keterlibatan pemuda dalam kekerasan/teroris yang berimbas pada ancaman disintegrasi bangsa. Tindakan terorisme belakangan ini dilakukan dengan segala cara tentunya akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan kebhinekaan di Indonesia. Tindakan terorisme terjadi dengan semakin kuatnya arus global dan memudarnya rintangan/hambatan antar negara dalam semua bidang kehidupan. Arus global mempengaruhi cara hidup dan carfa berpikir masyarakat. Maka ideologi dan kultur Bhineka Tunggal Ika ini merupakan refleksi nenek moyang Bangsa Indonesia yang mengolah dan menghidupi niliai-nilai luhur dan penerimaan, cinta kasih dan anti kekerasan. Bhineka Tunggal Ika dalam Pancasila adalah pedoman hidup dalam falsafah bangsa. Pemuda dalam penguatan kebangsaan harus memiliki jiwa patriotisme dan aktif dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Dengan adanya tindakan yang mengarah pada perilaku tindakan kekerasan dan terorisme yang mengancam persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia”. Selanjutnya dalam sambutannya Rektor UBK juga menyampaikan: “Pemuda adalah generasi penerus bangsa yang mempunyai kemampuan, kepintaran, keberanian, dan mempunyai tekad yang kuat untuk melindungi Bangsa Indonesia. Pemuda menunjukkan sikap bela negara dengan menampilkan perilaku-perilaku positif yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa yang bertujuan untuk melawan segala macam kebencian dan kekerasan/terorisme yang ingin merusak keutuhan NKRI. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur yang bersifat universal serta UUD 1945 sebagai hukum dasar nasional. Tentunya diyakini perannya untuk mencapai, menentukan cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia yang dilandasi oleh prinsip-prinsip cinta damai, hormat menghormati, agar tercipta kerukunan yang selalu disebut dalam sembnoyan NKRI yaitu Bhineka Tunggal Ika”. Bung Safarudin selaku moderator kemudian memandu jalannya diskusi dengan memberikan pengantar yaitu bahwa kelompok teroris merupakan musuh bersama yang harus diperangi bersama, mereka terus melakukan rekuitmen anggota-anggota baru dengan dibuktikan anak-anak muda yang terlibat dalam aksi-aksi terror yang terjadi akhir-akhir ini.
Narasumber yang pertama adalah Dr. Wawan Hari Purwanto, S.H., M.H., dengan membawakan makalah yang berjudul: ‘Strategi Mengantisipasi Gerakan Terorisme di Lingkup Masyarakat Indonesia. Dalam paparannya, Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) ini menjelaskan: “Penyebab radikalisme di kalangan anak-anak muda disebabkan oleh: 1) Usia muda cenderung energik memiliki kondisi tubuh yang prima dan bersemangat dan cenderung berada dalam fase pencarian identitas. Mereka mengetahui mana yang baik dan buruk namun belum mampu mengontrol emosi secara baik; 2) Narasi paham radikal yang dibumbui heroisme; 3) Kemudahan mengakses internet; 4)Banyaknya waktu luang; 5) Konten dan narasi radikal disebar dengan mudah; 6) Minimnya literasi digital; 7) Latar belakang sosial ekonomi”.
Lebih lanjut dipaparkan “Bahwa usia muda merupakan transisi dari fase anak-anak menjadi fase dewasa. Dalam rentang waktu ni pemuda sering dihinggapi keresahan, ketakutan dan kegelisahan termasuk dengan masa depan. Kekhawatiran ini ini terlihat dari surat wasiat penyerang yang masuk Mabes Polri maupun Bomber Gereja di Makasar. Padahal Indonesia itu bukan medan perang tapi medan damai (Darul Salam).
Media sosial disinyalir telah menjadi media penyebaran radikalisme terutama dikalangan generasi muda. Media sosial merupakan kanal popular dikalangan anak muda. Selain itu media sosial dapat memiliki jangkauan luas dan gratis. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi aparat keamanan dalam memberantas akun-akun radikal. Propaganda radikalisme di media sosial umumnya membangun narasi ketidakadilan terhadap kondisi masyarakat dan pesan tersebut membentuk realitas palsu bahwa kondisi masyarakat diambang kekacauan dan membtuhkan perubahan fundamental.
Deputi VII BIN juga menjelaskan Efek Ruang Gema yaitu suatu kondisi dimana seseorang hanya mau mendengarkan sesuatu yang sudah sepemikiran saja, sehingga memperteguh sikap mereka, sikap intoleran, radikalisme dan terorisme akan tumbuh subur dikalangan yang tidak berfikir kritis mereka cenderung menelan metah begitu saja, tidak mau bertanya kepada ahlinya. Dalam jaringan teroris yang disebar ada 3 peran yang pertama adalah aktor/pelaku ialah yang menjadi martir pelaku teror; yang kedua adalah konspirator yaitu pendukung garis depan dimana, bertindak untuk menyiapkan dana dan kebutuhan teror; dan yang ketiga adalah co-conspirator, yaitu pendukng garis belakang, mereka inilah yang beropini di belakang media sosial, menitik beratkan HAM untuk pelaku, membela sana-sini, berlagak tidak tahu dan melakukan pembiaran. Ini yang terus dilakukan dan dikerjakan untuk dilakukan upaya dan tindakan-tindakan, counter, take down, termasuk deradikalisasi, reedukasi dan resosialsiasi. Pola dari cara-cara tersebut mempengaruhi seseorang mulai terpapar. Awal mula seseorang akan terpemgaruh oleh co-conspirator kemudian berinteraksi dengan konspirator atau tidak sehingga memiliki kenekatan untuk menjadi pelaku. Radikalisasi melalui media sosial berpotensi menciptakan kader-kader baru maupun teroris tunggal (Alone Wolf). Selain itu mereka tidak terikat oleh kelompok tertentu sehingga dapat dengan mudah mengambil keputusan lantas melakukan aksi teror. Pendidiikan berjenjang secara formal menitikberatkan pada Pancasila dan kemajemukan yang merupakan salah satu cara untuk menangkal paham radikal. Selain itu lingkungan yang sadar akan kemajemukan juga dibangun ditengah masyarakat karena banyak milenial yang mengambil contoh aksi-aksi yang ada disekitar mereka.
Kecanggihan teknologi bisa merekrut orang tanpa bertatap muka. Mereka bisa aktif berdialog dan dibina melalui media sosial, misal telegram, Facebook. Para pelaku teror adalah pelaku dan korban dari orang yang terus mencari mangsa untuk kemudian direkrut dan dibina sampai mereka mau di baiat. Penyedia platform sosial seperti Youtube, Facebook, WhatsApp, dan lain-lain kita dorong untuk terjadinya deradikalisasi untuk lebih selektif dan teliti melihat konten-konten yang tidak tepat. Nereka juga perlu diajak memfilter gerakan konten radikal tersebut ditengah masyarakat apalagi masalah terorisme adalah masuk dalam kategori ekstra ordinary crime dan selama ini pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika telah melakukan berbagai cara untuk membendung masalah ini. Namun langkah itu tidak cukup efektif tanpa adanya filter dari pengguna media sosial platform. Masyarakat harus diingatkan terus untuk memiliki kepekaan untuk bisa mencegah dan melakukan deteksi dini terhadap timbulnya paham-paham radikal. Masyarakat terus diajak, dilibatkan dan diminta masukannya terkait dengan masalah penyebaran paham terorisme di tanah air. Aparat keamanan juga dilibatkan aktif mengajak masyarakat dan memberdayakan masyarakat dalam membentuk paham radikal dan terorisme sehingga masyarakat mengerti tentang paham radikal dan bahanya bagi kehidupan terutama dalam kehidupan yang masyarakatnya majemuk.
Lantas bagaimana peran dari badan Intelijen Negara (BIN) ? BIN melakukan pendeteksian dini dan peringatan dini dalam rangka mencegah, penangkalan, dan pencegahan terhadap setiap hakekat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan kemanan nasional.BIN melaksanakan patrol cyber 24 jam guna mengawali dan mengawasi perseberan konten radikal dan BIN bersama kementrian lain terlibat dalam program deradikalisasi termasuk dengan merangkul eks Napiter untuk ikut memerangi radikalisme. BIN bersama kementrian lain terkait mengoptiimalkan litersi digital untuk melawan propaganda melawan kaum radikal. BIN juga telah berkolaborasi dengan pemangku kepentingan, Komite Intelijen Pusat, Komite Intelijen Daerah untuk memetakan maupun memutakhirkan kelompok ataupun individu yang di indikasi ndan terafiliasi dengan jaringan terorisme baik di dalam maupun di luar.
Rekommendasi dari BIN dalam Webinar ini adalah: BSSN, Polri, Kominfo dan institusi lainnya mengoptimalkan patrol cyber guna menindak akun-akun radikal maupun mengoptimalkan literasi digital guna meng-conter paham anti Pancasila. Kemenritek Dikti, Kemenag maupun Pemprov terus mengoptimalkan pengawasan penyebaran radikalisme di kampus, KemenPan RB, menindak tegas ASN yang terlibat radikalisme maupun ormas terlarang. Kemensos dan BNPT mengoptimalkan pembinaan dan pemberdayaan di Napiter agar bisa kembali ditengah masyarakat dan mendorong serta masyarakat serta tokoh-tokoh masyarakat lain untuk aktif manangkal radikalisme melalui media sosial.
Tanpa kerja sama semua pihak maka kita semua menjadi tergopoh-gopoh seolah-olah tapi dengan bersama-sama dengan kampus seperti sekarang ini dan juga para tokoh dari Polri, Kemenag, Ormas, OKP hingga ke lini keluarga bersama kita akan bisa melakukan penangkalan.
Paparan narasumber selanjutnya mewakili Menteri Agama Republk Indonesia yang diwakilkan kepada Staf Khusus Menteri Agama, Gus Nuruzzaman yang menyampaikan: “Tantangan yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam menghadapi radikalisme dan ektrimisme yaitu, Pertama; soal ada kelompok-kelompok yang mempertanyakan komitmen atau consensus kebangsaan Indonesia. Sejak tahun 2017 sampai sekarang ada ormas yang mempertanyakan kembali ingin merubah konsensus itu untuk menjadi bentuk lain. Misalnya organisasi Hizb ut Tahrir Indonesia (HTI) ingin mengganti konsensus kebangsaan. Yang kedua; yaitu yang tidak terlalu terang-terangan. Upaya kudeta parlementer, disebut kelompok Ikhwanul Muslimin, berusaha melakukan perubahan konsensus kebangsaan dengan cara konstitusional yaitu masuk ke partai politik an melakukan perubahan di parlemen (MPR dan DPR), jika mereka mampu menguasai separuh lebih MPR dan DPR maka berubahlah republik ini menjadi bentuk lain, dan yang ketiga; adalah kalim sepihak/orang yang merasa benar sendiri secara keagamaan dan yang lain salah. Apa yang dia yakini benar dan orang lain yang tidak ikut dianggap salah. Sikap intoleransi dan ekstrimisme mengarah kekerasan. Bentuknya kalau dialiran keagamaan adalah Salafi Dakwah. Secara ideologi tidak akan merubah negara dalam bentuk lain, tetapi mereka menjalankan ajaran intoleran.
Apa yang dilakukan oleh Kementrian Agama ? yaitu mengajukan Perpres tentang Moderasi Beragama. Ada 4 indikator dalam Moderasi Beragama, yaitu cara bersikap dalam beragama kita tengahkan yaitu 1) Komitmen Kebangsaan, setiap orang yang beragama memiliki komitmen kebangsaan; 2) Toleransi, menghormati perbedaan dan member ruang untuk orang lain untuk berkeyakinan; 3) Anti Kekerasan; 4) Penerimaan terhadap tradisi yang tentu tidak bertentangan dengan keyakinan keagamaan.
Selanjutnya sebagai narasumber yang ketiga adalah Kombes (Pol) Tjahyono Saputro dari Divisi Humas Polri yang membawakan makalah dengan judul: “Peran Pemuda dalam Menangkal Paham Radikal”. Dalam paparannya dijelaskan sebagai berikut: “Radikalisme adalah paham yang bisa mempengaruhi kondisi sosial politik suatu negara. Radikalisme kini sangat erat kaitannya dengan konsep ekstrimisme dan terorisme. Radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme. Ciri-ciri dari sikap paham radikal adalah 1) Intoleransi (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain); 2) Fanatik (selalu merasa benar sendiri) menganggap orang lain salah; 3) Ekslusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya), 4)Revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekuasaan untuk mencapai tujuan).
Selanjutnya dalam paparannya dijelaskan factor-faktor penyebab pemuda terseret dalam tindakan terorisme adalah: 1) Kemiskinan; 2) Kurangnya pendidikan agama yang memadai; 3) Gencarnya infiltrasi kelompok radikal; 4) Lemahnya semangat kebangsaan; 5) Kurangnya pendidikan kewarganegaraan; 6) Kurangnya keteladanan; 7) Tergerusnya nilai kearifan loka oleh arus modernitas negatif.
Upayanya adalah: 1) Menggunakan upaya pencegahan melalui pelatihan anti radikal (penangkalan nideologi); 2) Membentuk forum koordinasi pencegahan terorisme (FKPT) di daerah; 3)Pelatihan anti radikal terorisme bagi ormas, dan 4) Training of Trainer. Sedangkan Pencegahannya adalah melalui: 1) Memperkuat Pendidikan Kewarganegaraan, dengan menanamkan pemahaman 4 Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika; 2) Mengarahkan para pemuda pada aktivitas yang berkualiatas baik akademis, sosial, agama, seni, olah raga dan budaya; 3) Memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, dan 4) Memberikan keteladanan kepada pemuda/I dengan role model pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Metode Pelaksanaan dengan menjaga persatuan dan kesatuan, mendukung aksi perdamaian, berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan terorisme, meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan dan ikut aktif mensosialisikan radikalisme dan terorisme, artinya bukan untuk menyebarkan pemahaman radikal tetapi mensosialisasikan tentang apa itu sebenarnya radikalisme dan terorisme. Sehingga nantinyabanyak orang yang mengerti tentnag paham radikalisme dan bahayanya bagi kehidupan terutama dalam kehidupan kemajemukan dan kebersamaan.
Where to start: 1) Diri Sendiri yaitu memiliki pemgetahuan yang cukup terhadap pemahaman ideologi yang tidak mengacu kepada paham radikalisme; 2) Keluarga yaitu berperan aktif saling bertukar ide tentang gagasan dan kegiatan yang menjadikan lingkungan keluarga memiliki pemahaman dalam menghindari paham radikal; 3) Lingkungan Sekitar yaitu memberikan masukan dengan lingkungan yang lebih luas seperti lngkungan kerja, pertemuan dan relasi dalam menjalin kedekatan dengan tetap menjaga paham nasionalis dan menghindari diri dari perkumpulan yang memiliki paham ideologi ekstrimisme atau radikal. Upaya Polri adalah Preemtif yaitu memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya para pemuda terkait tindak kejahatan terorisme termasuk didalamnya pemahaman tentang penerapan hukuman apabila melakukan gerakan radikalisme. Upaya Prefentif yaitu dengan melakukan Patroli Siber untuk mewaspadai segala perkembangan dunia maya yang dapat menjadi motor dalam perkembangan paham radikalisme. Berikutnya adalah upaya Penegakan Hukum yaitu, melakukan penegakan hukum kepada pelaku yang menyebarkan atau yang melakukan tindakan dan pemahaman radikal.
Upaya Polri selanjutnya yaitu dengan Soft Approach. 1. Upaya Pencegahan, A. Kontra Naratif yaitu melaksanakan kegiatan kontra naratif terhadap propaganda, hasutan provokasi dan ajakan-ajakan sesat melalui tulisan yang ada di dunia maya (meida sosial dan website radikal); Membentuk dan menyusun website dan tulisan untuk melawan propaganda, hasutan/provokasi dan ajakan-ajakan sesat yang ada di dunia maya (media sosial dan website radikal); Melakukan penggalangan terhadap tokoh-tokoh agama Napi dan mantan Napi untuk berkontribusi dalam rangka penyusunan tulisan naratif yang akan digunakan melalui mediasosial dan website. B. Kontra Radikal yaitu dengan melaksanakan kontra radikal terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme yaitu merupakan orang atau kelompok orang yang memenuhi kriteris; Memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan paham radikal terorisme; Memiliki hubungan dengan orang, kelompok orang yang diindikasikan memiliki pahamradikal terorisme; Memiliki paham kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham radikal terorisme; Memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya sehingga mudah dipengaruhi oleh paham radikal terorisme; dan Memiliki hubungan terhadapsasaran yang telah terdeteksi secara online maupun offline berinteraksi dengan aktifitas paham radikal dan terorisme.
Upaya Polri yang nomor 2 yaitu Pembinaan Indensos., A. Identifikasi yaitu identifikasi terhadap orang/kelompok yang diduga terkait jaringan tindak pidana terorisme baik tersangka, terdakwa, terpidana dan narapidana tindak pidana terorisme. B. Sosialisasi yaitu sosialisasi terhadap para mantan narapidana tindak pidana terorisme beserta keluarganya dimulai saat mantan narapidana tindak pidana terorismebebas sampai dengan bergabung kembali dengan keluarga dan masyarakat. Selanjutnya untuk Hard Approach yaitu penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana terorisme yang dilakukan sebagai bentuk pencegahan (Preventife Strike) sehingga mencegah terjadinya serangan teror dan mengungkap kasus tindak pidana terorisme yang telah terjadi dengan melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Intelijen/Penyelidikan, 2/ Penindakan, 3. Penyidikan.
Polri mengajak masyarakat aktif dalam melaporkan giat radikalisme dan terorisme. Mengajak masyarakat meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan dan Mengajak masyarakat ikut mensosialisasikan tentang bahaya dari radikalisme dan terorisme. Setelah pemaparan dari para narasumber selesai masuk pada sesi selanjutnya yaitu tanya jawab dari peserta ke para narasumber dan acara ditutup dengan penyerahan plakat kepada para narasumber oleh Dekan Fakultas Hukum Dr.Punguh Aji Setiawan, S.H., M.H., serta foto bersama.